Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati,SH,MH,CMA,CSSL pada hari Kamis tanggal 4 Juli 2024, didampingi Wakajati, Aspidum, Koordinator dan para Kasi pada Bidang Pidum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Kota Malang, Jember, Probolinggo, Kab. Probolinggo, Bojonegoro, Tanjung Perak, Sumenep dan Kajari Lamongan telah melaksanakan expose di hadapan Bapak Jam Pidum melalui sarana virtual dengan mengajukan 12 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu :
4 PERKARA ORHARDA:
– perkara pencurian (memenuhi ketentuan pasal 362 KUHP) diajukan oleh Kejari Kota Probolinggo;
– Perkara Pencurian dengan kekerasan (memenuhi ketentuan Pasal 363 Ayat (1) ke 3 dan ke 4 KUHP jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP) diajukan oleh Kejari Kabupaten Probolinggo;
– Perkara KDRT (memenuhi ketentuan pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) diajukan oleh Kejari Bojonegoro;
– perkara penganiayaan (memenuhi ketentuan pasal 351 ayat (1) KUHP) yang diajukan oleh Kejari Kota Malang.
6 (ENAM) PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Yang diajukan oleh Kejari Tanjung Perak (2 perkara), Kejari Jember (2 perkara), Kejari Sumenep (1 perkara) dan Kejari Lamongan (1 perkara).
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.
Untuk itu, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara;
- Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka dan hak korban terlah dipulihkan Kembali serta masyarakat merespons positif dan khusus untuk Perkara Penyalahgunaan Narkotika,
- Penghentian penuntutan harus mempertimbangkan bahwa tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end-user);
- Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika; Tersangka bukan merupakan residivis kasus narkotika;
- Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO);
- Sudah ada Surat Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu BNNK setempat dan tim dokter yang menyatakan dan kesimpulan terhadap tersangka layak untuk direhabilitasi;