Oleh : Arief Sosiawan
Pemimpin Redaksi
Perkembangan virus corona per 4 Juni 2020, di Indonesia terdapat 28.818 orang dinyatakan positif, 1.721 orang meninggal dunia, dan 8.892 dinyatakan sembuh. Data ini bersumber dari gugus tugas nasional pukuk 15.00.
Di Jawa Timur, terkonfirmasi 5.408 orang positif, 437 orang meninggal, dan 1.089 orang sembuh. Khusus Kota Surabaya, tercatat 2.828 orang positif, 610 orang sembuh, dan yang 258 orang meninggal.
Catatan ini menohok warga Jawa Timur. Sebab, melihat angka-angka itu, rasanya pandemi Covid-19 tidak akan bisa tuntas (paling tidak) hingga akhir tahun ini. Gampangnya, Covid-19 sudah tak terkendali.
Wow… kondisi ini bisa memicu rasa putus asa dan ketidakpercayaan warga terhadap pemerintah Provinsi Jawa Timur. Paling tidak, mencuat ketidakpercayaan terhadap cara penanganan pemutusan mata rantai penyebaran virus yang sangat bandel ini. Minimal bagi warga Kota Surabaya, yang pekan ini kotanya tak lagi disebut zona merah tapi justru sudah dengan sebutan zona hitam. Klimaks!
Cukup alasan bagi warga Surabaya atas keputusasaan ini. Pun atas ketidakpercayaan ini. Betapa tidak, setelah melewati tiga kali pelaksanaan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), kondisi kota tidak membaik tapi malah kian memburuk.
Tak hanya itu, sebutan zona hitam sangat mengecewakan bagi warga Kota Surabaya. Membuktikan segala upaya yang dilakukan oleh warga Surabaya setelah patuh dan manut menjalani semua instruksi pemerintah seperti stay at home (diam di rumah saja), social distancing, physical distancing alias jaga jarak, seakan tak bernilai.
Tegasnya, upaya keras arek-arek Suroboyo melawan wabah Covid-19 seperti tak ada artinya, dan hasilnya nol besar! Padahal, fakta yang terjadi, di lapangan banyak orang luar Kota Surabaya yang sluman-slumun-slamet berdatangan ke kotanya “Bu Risma” dengan membawa “bibit” virus. Terbukti, banyak pasien dari kota/kabupaten lain dirujuk ke rumah sakit-rumah sakit di Kota Surabaya.
Bukti lain, sepanjang diberlakukannya PSBB baik yang pertama, kedua, dan ketiga, penjagaan batas Kota Surabaya masih sangat lengang. Terbuka, dan lemah. Tak jarang terlihat orang dengan seenaknya dan berdalih apa pun, lalu lalang dengan mudah sepanjang 24 jam menerobos masuk Kota Surabaya yang selama ini dikenal dengan segudang prestasi.
Kini pertanyaannya, apakah pantas Kota Surabaya disebut zona hitam?
Apakah pemerintah Kota Surabaya yang pekan ini gencar menggelar rapid test gratis dengan bantuan BIN (Badan Intelijen Negara) bisa mengembalikan status Kota Surabaya kembali ke zona hijau? Rasanya kok sulit bahkan gak percaya bisa.
Yang pasti, warga Kota Surabaya butuh kenyamanan. Karena kini warga Kota Surabaya masih sangat terganggu kehidupan ekonominya dalam kondisi Covid-19 yang terbukti merusak seluruh sendi kehidupan. Akankah Surabaya masuk zona yang lebih gelap daripada hitam? (*)