Topik pekan ini masih tetap: virus corona. Di toko-toko, kantor-kantor, warung kopi-warung kopi (warkop), tempat terbuka, ruang tertutup, tergambar jelas perilaku manusia yang ketakutan terhadap “teroris” bernama corona.
Berbagai informasi dan konfirmasi yang muncul, baik yang negatif maupun yang positif, mengubah drastis perilaku manusia. Yang biasanya santai menjadi tegang. Yang biasa rutin dilakukan, terpaksa dipending atau dihentikan sementara. Yang biasa lancar jadi tersendat. Yang biasa berani jadi berpikir ulang untuk berani, apalagi bergerak cepat. Dan sebagainya.
Virus corona bernama Covid-19 itu hingga Selasa (17/3) terkonfirmasi melanda 152 negara dengan catatan 7.138 korban meninggal dunia. Betul-betul menggerus rasa percaya diri manusia.
Manusia dibuat “takluk” hingga tak berdaya. Sebagai bukti nyata, banyak negara di bumi ini memberlakukan lockdown (sebuah situasi saat orang-orang tidak diperbolehkan masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan bebas karena kondisi darurat). Atau arti lain, mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara.
Tegasnya, kini manusia tersudut oleh kehebatan virus corona yang pelan tapi pasti mengancam kehidupan bahkan menghancurkan spesies manusia jika penangkalnya tidak segera ditemukan.
Ketika WHO ( World Health Organization ) organisasi kesehatan dunia merilis bahwa serangan virus corona disebut sebagai pandemi global, mempertegas virus ini berbahaya sehingga bisa menjadi alasan kuat menakuti manusia secara umum.
Ini sangat berbeda ketika manusia dikejutkan penyakit HIV/AIDS kala kali pertama muncul: rasa takut manusia tak sehebat saat ini. Rasa percaya diri tak sejatuh saat ini. Tenggang rasa antarmanusia masih sangat wajar dan tidak saling curiga.
Begitu pula ketika SARS menyerang bumi yang kita pijak ini, manusia yang menjadi penghuni tak seberapa panik. Meski berbagai negara sibuk menyikapi dan mengurus SARS, namun tidak melakukan tindakan yang keras seperti menangani serangan teror virus corona.
Contoh lain ketika flu burung merebak beberapa tahun lalu, tindakan dan sikap berbagai negara, termasuk Indonesia, tidak sepanik saat ini. Begitu juga sikap WHO. Padahal, ancaman tingkat kematian flu burung lebih tinggi dibanding virus corona. Pun ancaman SARS maupun HIV/AIDS masih lebih besar dibanding virus corona.
Kalau seperti ini kondisinya, pasti sangat wajar jika sebagian masyarakat menganggap kemunculan virus corona ini sebagai awal perang dunia ketiga (PD) III. Perang yang sama sekali tidak dikehendaki seluruh spesies manusia di bumi ini, meski bakal dibantah keras dan tegas oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah-pemerintah negara lain.
Padahal, membaca berbagai referensi atau berbagai sumber informasi, kelak bumi ini dikuasai oleh sebagian kecil ras manusia yang dikenal sebagai kelompok iluminasi.
Jadi, sebelum semua terjadi dan selesai dengan kebenarannya, seluruh ahli virus di bumi ini dari berbagai negara harus Bersatu dan bersama-sama berkonsentrasi mencari penangkal virus corona.(*)
Oleh : Arief Sosiawan (Pemimpin Redaksi)