Surabaya – Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur Adik Dwi Purwanto mengajukan permohonan penghapusan Pasal 154-158 dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini sedang digodok DPR bersama pemerintah tingkat nasional.
Adik menyampaikan kekhawatirannya terkait RUU Kesehatan tersebut karena akan memengaruhi komoditas tembakau di Indonesia. Dalam Pasal 154-158, menurutnya berpotensi mematikan industri hasil tembakau (IHT).
“Mazhab kesehatan jangan mengalahkan mazhab ekonomi, Keduanya ini penting. Ini harus ada titik temunya, harus ada pencegahan tidak berkembangnya preferensi rokok. Ini harus dievaluasi dulu dan perlu pengawasan-pengawasan,” katanya saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Menurutnya, mazhab ekonomi juga sangat penting. karena hal tersebut sangat mempengaruhi dengan kehidupan petani-petani tembakau. “Rokok ini turunannya banyak sekali, mulai dari pedagang asongan sampai dengan petani, dan ini yang harus dipikirkan oleh teman-teman dewan,” lanjut Adik.
Adik juga menekankan dari sisi kesehatan, dia meminta pemerintah untuk mengatur regulasi para perokok agar tidak merugikan lingkungan sekitar.
“Kalau dari segi kesehatan, kan bisa diatur bagaimana mencegahnya. Artinya kalau di kawasan perkantoran, harus menyiapkan smoking area. Ini yang harus diperhatikan DPR. Ini semua bisa dijembatani melalui pengawasan. Contoh pengawasannya, tidak menjual rokok di area dekat sekolah dan pembatasan umur perokok, ini sudah diawasi atau belum,” tambah Adik.
Di tempat yang sama Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) K. Mudi, mengungkapkan keberatannya apabila RUU Kesehatan ini disahkan oleh DPR.
“Karena sebetulnya keberatan petani itu di pasal 154 dan 155 di situ dijelaskan bahwa tembakau termasuk ke dalam zat adiktif dan psikotropika, ini yang menjadi keberatan kami. Kami sebagai petani tembakau berarti pembudidaya tanaman illegal. Padahal jelas tembakau ini masuk ke dalam zat adiktif,” tegas Mudi.
Mudi merasa apabila RUU itu disahkan maka petani tembakau selama ini dianggap menanam tanaman illegal. Dia meminta pemerintah untuk melindungi petani tembakau agar roda perekonomian di daerah tetap bergerak.
“Kami meyakini bahwa penyusunan bab zat adiktif pada RUU Kesehatan tidak dikaji secara mendalam dan tidak memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, khususnya IHT. Kami percaya bahwa peraturan-peraturan yang ada saat ini telah melingkupi IHT dengan baik dan proporsional, serta menetapkan batasan-batasan jelas bagi seluruh lapisan masyarakat,” tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi tembakau di Indonesia mencapai 236.900 ton pada 2021. Angka tersebut turun 9,374 dari tahun sebelumnya yang sebesar 261,4 ribu ton.
Jawa Timur menjadi provinsi penghasil tembakau terbesar di tanah air mencapai 110.800 ton. Ini sejalan dengan luas area perkebunan tembakau yang mencapai 101.800 hektare (ha).
Kabupaten Jember merupakan daerah yang terkenal sebagai penghasil tembakau di provinsi ini, Jumlah produksi tembakau di Jember mencapai 24.285 ton pada 2021.
Provinsi sentra tembakau terbesar kedua ditempati oleh Jawa Tengah dengan produksi sebanyak 57.600 ton. Kemudian, produksi tembakau di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 53.100 ton.
Produksi tembakau di Jawa Barat sebesar 7.400 ton. Sedangkan produksi tembakau di Aceh dan Sumatera Utara masing-masing sebanyak 2.100 ton dan 1.800 ton. Di Yogyakarta dan Lampung, produksi tembakau sama-sama sekitar 800 ton.
Sedangkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, produksi rokok di Indonesia mencapai 323,9 miliar batang pada 2022. Jumlah tersebut menurun 3,26% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 334,8 miliar batang.
Penurunan produksi rokok dalam negeri pada 2022 salah satunya disebabkan oleh kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Berdasarkan data Kemenkeu, harga rokok di Indonesia sebesar Rp23.361 per bungkus (isi 16 batang) pada tahun ini.
Nilainya meningkat 13,8% dari tahun sebelumnya sebesar Rp20.523 per bungkus. Indeks kemahalan rokok pun meningkat tipis menjadi 12,2% pada 2022.
Produksi rokok diperkirakan semakin menurun pada tahun depan. Pasalnya, pemerintah kembali menaikkan tarif cukai rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Secara rinci, rata-rata kenaikan tarif CHT untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II sebesar 11,5%-11,75%. Tarif CHT untuk golongan sigaret putih mesin (SPM) I dan II meningkat 11%-12%. Sementara, sigaret kretek pangan (SKP) I, II, dan III akan mengalami kenaikan tarif CHT sebesar 5%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan CHT ini memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7% dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Keputusan ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya merokok.