SURABAYATERKINI.COM: Kasus dugaan pemotongan insentif pegawai Pemkab Pasuruan meningkat ke tingkat penyidikan.
Perkara yang ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan itu, bahkan sudah naik ke tingkat penyidikan.
Sekarang, korps Adhyaksa tinggal menentukan siapa yang patut diseret ke pengadilan untuk dimintai pertanggungjawaban.
Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Pasuruan Agung Tri Raditya menegaskan, penyelidikan perkara yang ditangani dalam kurun lima bulan terakhir, telah dinaikkan statusnya, menjadi penyidikan.
Perubahan status tersebut, didasari bukti-bukti permulaan yang didapati.
Pelimpahan kasus ke bidang Pidana Khusus. Penyidik juga langsung melakukan pemeriksaan marathon dalam tiga hari terakhir. Hingga kini, kurang lebih ada 100 pegawai yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.
Sebagian besar memang sudah dipanggil untuk permintaan keterangan saat tahap penyelidikan.
“Perubahan status ini, mengartikan jika proses penanganan perkara tersebut, sudah masuk ke tahapan yang lebih serius. Ini juga menandakan, bahwa tim penyidik sudah mendapatkan adanya perbuatan melawan hukum dalam perkara ini,” kata Agung kepada awak media.
Selama ini, pihaknya memang tak ingin banyak mengumbar penanganan perkara yang kerap mendudukkan Akhmad Khasani, eks Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan, sebagai sorotan utama.
Agung berujar, penyidik memang perlu berhati-hati dan cermat ketika perkara masih dalam tahap penyelidikan.
Kata dia, penyidik saat ini tengah fokus mengurai konstruksi perkara agar semakin gamblang.
Termasuk, menentukan siapa calon tersangka yang akan diseret ke pengadilan.
“Itu yang masih jadi concern penyidik untuk mencari siapa yang patut bertanggungjawab,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pus@ka Lujeng Sudarto mengatakan, penyidik harus mengedepankan kecurigaan terhadap para saksi yang dihadirkan ke meja penyidikan. Lujeng menegaskan, penyidik harus memakai asas praduga bersalah atau presumption of guilty.
“Artinya, siapa saja harus dianggap bersalah sepanjang terpenuhinya bukti permulaan dalam konstruksi perkara. Berbeda dengan praduga tak bersalah yang murni menjadi ranah peradilan,” tandas Lujeng.
Lebih dari itu, Lujeng juga berharap agar dugaan pemotongan insentif yang terjadi dalam kurun waktu triwulan keempat tahun 2023, menjadi pintu masuk bagi penyidik kejaksaan.
Dengan kata lain, penyidik juga bisa mengembangkan rangkaian praktik serupa yang mungkin sudah menjadi tradisi di lingkungan birokrasi.
“Penyidik harus memakai logic frame bahwa kasus ini mungkin saja terjadi di tahun-tahun sebelumnya,” imbuhnya. (Rd)