Braaaak… Bus pariwisata PO Ardhiansyah yang membawa 25 penumpang menabrak variable message sign (VSG) di pinggir jalan KM 712 tol Surabaya-Mojokerto, Senin (16/5) sekitar pukul 06.45.
Sebanyak 15 orang pria, wanita, tua, muda, menjadi korban dalam kecelakaan itu. Ada yang tewas di tempat kejadian perkara, ada pula yang di rumah sakit. Terbaru, korban meninggal gadis remaja berusia 13 tahun bernama Nazwa Dwi Yuniarti. Dia meninggal pasca menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit beberapa hari sebelumnya.
Tabrakan itu menghentak dan mengagetkan sekaligus mengingatkan kita semua untuk selalu berhati-hati ketika mengendarai mobil, motor maupun kendaraan bermotor lain. Apalagi, ketika kita membawa penumpang, ekstra hati-hati harus menjadi pilihan dan keputusan yang paling benar meski terkadang berhati-hati pun kecelakaan tetap mengintai (kalau sudah takdir).
Kecelakaan yang sudah sekian kali terjadi di ruas jalan tol itu, tragedi KM 712 itu menyedihkan. Sangat menyedihkan. Karena, korban kebanyakan warga sekampung. Lebih sedih lagi di antara mereka masih dalam ikatan satu keluarga. Paman, kakak, adik, keponakan, anak, menantu, mertua, adik ipar, dan lain sebagainya seperti yang tercatat dalam beberapa media yang merilis berita bersumber dari kepolisian atau keterangan warga serta cerita-cerita keluarga korban.
Miris melihat fakta ini. Kampung Benowo, asal atau tempat tinggal para korban, berduka seakan berkabut hitam. Saking berdukanya, ratusan ucapan bela sungkawa dan seabrek empati berbagai pihak dengan kiriman bunga ucapan duka terlihat di sana. Mulai dari warga biasa, sanak saudara, handai taulan, sampai para pejabat publik seperti gubernur Jawa Timur, anggota dewan (DPRD Surabaya) ada di sana.
Istimewanya lagi, ketika warga menggelar yasin dan tahlil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyempatkan hadir untuk ikut mendoakan para korban.
“Pertunjukan” empati gubernur atau pejabat publik lain itu baik sekali. Mencerminkan pelajaran dari Pancasila kita. Atau bahkan sesuai ajaran agama. Ketika ada yang bersedih dan kesusahan, atau berduka, kehadiran siapa pun sosok itu menjadi obat penyembuh luka dan kesedihan korban atau keluarga korban meski ada pihak yang berpikir beda, berpikir ala politikus. “Mumpung ada momentum penting, wajib dipoles untuk pencitraan”.
Sekilas, pikiran seperti itu tak penting dalam menyikapi kecelakaan kali ini. Yang lebih penting dan harus dikedepankan justru penuntasan kecelakaan sampai tahap memenjerakan siapa yang paling bertanggungjawab. Sopir yang mengederai bus (dalam kondisi positif pengguna narkoba) atau perusahaan bus pemilik kendaraan yang ditumpangi para korban.
Tapi ada juga yang pantas ikut bertanggungjawab, yakni pemilik Variable Message Sign (VSG) di ruas jalan tol yang ditabrak bus. Apakah ada larangan mengingat jalan tol substansinya adalah jalan bebas hambatan yang tentu harus bebas dari pandangan iklan atau sejenisnya.
Nah, inilah “pekerjaan rumah” aparat kepolisian untuk segera menuntaskan kecelakaan maut ini.(*)