Oleh: Arief Sosiawan
Pemimpin Redaksi
Delapan satu kosong (810). Itulah kode sandi polisi untuk tembak mati terhadap penjahat. Penjahat apa pun. Penjahat kriminal konvensional seperti curat (pencurian dengan pemberatan), curas (pencurian dengan kekerasan), maupun curanmor (pencurian kendaraan bermotor) layak mendapatkan hadiah itu.
Terlebih penjahat narkoba yang notabene selalu dianggap sebagai perusak dan pembunuh anak bangsa. Sudah sepatutnya tidak ada ampun bagi mereka.
Para penjahat itu, sebelum di-810, pasti ditimbang dulu kesalahan terberat apa yang meraka lakukan. Yang pasti, polisi selalu melakukan 810 karena alasan kuat. Antara lain, karena penjahat menyerang anggota polisi saat ditangkap atau melarikan diri. Atau, lantaran si penjahat sudah masuk kategori residivis yang sangat meresahkan masyarakat.
Yang terbaru, Jumat (6/12) pagi Polrestabes Surabaya menembak mati residivis narkoba yang juga pelaku perampasan di 12 tempat kejadian perkara (TKP). Sepanjang 2019, Polda Jatim yang dipimpin Irjenpol Drs Luki Hermawan MSi tercatat me-810 penjahat. Rinciannya, Polrestabes Surabaya 10, Polresta Sidoarjo 1, Polres Mojokerto 1, Polres Lumajang 2, dan unit-unit Polda Jawa Timur 3 penjahat.
Keberanian polisi Jawa Timur ini bukan tanpa alasan. Perintah Kapolri menjadi pedoman. Alhasil, lahir slogan Jogo Jawa Timur yang akhirnya diwujudkan dengan tindakan tegas melawan para penjahat untuk memberi rasa nyaman masyarakat Jawa Timur.
Di sisi lain ada pendapat berbeda: kok Polda Jawa Timur tidak memiliki keberanian menembak mati penjahat berdasi? Kok Polda Jawa Timur tak berani menembak mati penjahat siber? Kok beraninya hanya menembak mati penjahat ‘kelas’ 3C?
Jawaban atas pertanyaan tadi bias beragam. Dan, yang tahu hanya mereka para polisi. Tapi, yang pasti, tindakan polisi Jawa Timur masih cukup relevan diacungi jempol. Terbukti, para penjahat yang coba-coba membuat ancaman bagi masyarakat ciut nyali, hingga warga Jawa Timur merasakan hidup nyaman.
Nah, apakah tindakan tegas polisi Jawa Timur itu melanggar hak asasi manusia (HAM)? Jawabannya sangat bervariasi. Bergantung sudut pandang penanya. Intinya, jika dianggap melanggar HAM, hentikan. Jika dianggap tidak melanggar HAM, sudah sepantasnya dan seharusnya dilanjutkan. (*)