SURABAYATERKINI.COM: Sengketa tanah dan bangunan Jalan Majapahit Sidoarjo berbuntut panjang. Untuk meminta keadilan, puluhan ahli waris dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing melakukan aksi damai di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (6/8/2024).
Didampingi kuasa hukumnya, Agung Silo Widodo Basuki SH MH dan Moch Takim SH MH, para menggugat meminta hakim yang menyidangkan perkara tersebut agar obyektif dalam melakukan pemeriksaan.
“Alhamdulillah, hari ini kita memenuhi panggilan sidang dengan agenda mediasi. Kami meminta hakim untuk memeriksa dan memutus perkara ini secara obyektif,” tegas Agung Widodo, kuasa hukum para penggugat.
Agung mengatakan, jika massa yang datang kali ini merupakan keluarga ahli waris yang sah dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing.
“Dan yang datang kesini semua adalah para ahli waris, ada anak dan cucu. Dan para penggugat, masih menempati obyek Jalan Majapahit Nomor 47A Sidoarjo,” kata advokat senior Jawa Timur ini.
Usai menggelar aksi damai, para penggugat memasuki ruang sidang dengan agenda mediasi. Sayangnya, sidang mediasi kali ini gagal dilakukan lantaran pihak tergugat (prinsipal) mangkir dari panggilan sidang.
Menurut Kandidat Doktor Ilmu Hukum ini, sidang mediasi ditunda dua minggu oleh Hakim irianto lantaran ketidakhadiran para tergugat. “Seharusnya para tergugat menghormati pengadilan dengan memenuhi panggilan sidang ini,” tandas Agung.
Sementara, Soelistri, salah satu penggugat yang merupakan anak dari Wan Sioeng (Sugianto) dan cucu dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing menyatakan, bahwa apa yang ahli waris lakukan merupakan upaya menuntut hak mereka.
Bahkan, kata Soelistri, jika gugatan tersebut dikabulkan oleh hakim, maka harta berupa tanah dan bangunan peninggalan Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing itu akan dibagi rata. Termasuk Mariana Chandra dkk, yang merupakan anak dari Tjan Hwan Hwa.
“Kita ini ahli waris juga. Sebenarnya kita nggak mau ramai-ramai seperti ini. Sebelumnya kita sudah menghubungi pihak tergugat, tapi tergugat selalu bilang hubungi pengacara saya,” jelas Soelistri.
Seperti diketahui, 24 orang penggugat yang merupakan ahli waris dari Tjan Hoet Mien dan Lie Kwi Tjing melakukan gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) terhadap Jan Sioe Mei (Mariana Candra), Mariani, Siangfuk dan Maria. Keempat tergugat tersebut merupakan anak keturunan dari Tjan Hwan Hwa.
Dikatakan Agung, sengketa ini berawal ketika Tjan Hoet Mien dan istrinya Lie Kwie Tjing datang ke Sidoarjo pada tahun 1951 untuk berdagang. Kemudian pada tahun 1955-1958 mereka menyewa rumah di Jalan Majapahit No.35-37 (Sekarang Jalan Majapahit No.47A).
Pasangan ini mempunyai keturunam 18 orang. Diantaranya, Njoek Lan/Tatik Sulandari, Tjan Hwan Hwa, Njoek Ing/Tjan Njoek Ing, Wan Liong/Harianto, Njoek Moy/Tsang Tjoek Moy, Wan Sioeng/Sugianto, Wan Djong/Djoko, Njoek Djun/Tjan Yuliana Chandra, Njoek Poen/Suliani dan Wan Yong/Chandra Wiyana.
Merasa hoki atas rumah itu, Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing membeli rumah itu dari Jang Boen Poo, yang berwenang dari Firma Tjiap Hong TjanTjan pada tanggal 29 Desember 1959.
Namun, karena kedua pasangan ini tercatat sebagai warga Negara Asing (WNA), pembelian rumah dan tanah tersebut akhirnya diatasnamakan anak keduanya, yaitu Tjan Hwan Hwa, yang saat itu sudah tercatat sebagai WNI.
Ketentuan itu sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Bahkan, dalam kwitansi jual beli juga tertulis dan dibayar oleh Tjan Hoet Mien, yang berbunyi atas pembelian dua buah tanah Eigendom H. V. E Verf No/10791 dengan luas 268 M² dan R.V.E Verp. Nomor 14662 dengan luas 343 M².
Kemudian, tanah dan bangunan tersebut dijadikan tempat usaha minuman lemon dengan merk Tjin Mie dan tempat usaha PT. L.O.T. “Semua anak-anaknya dari pasangan ini juga tinggal di tempat itu, bahkan cucunya ada yang lahir disitu,” ungkap Agung Widodo.
Namun, konflik keluarga ini muncul setelah Tjan Hoet Mien dan Lie Kwie Tjing meninggal dunia. Tanah dan bangunan yang sebelumnya hanya meminjam nama Tjan Hwan Hwa itu tiba-tiba beralih nama ke tergugat, yakni Mariana Chandra Dkk, yang merupakan anak keturunan dari Tjan Hwan Hwa. Bahkan, tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat
HGB (Hak Guna Bangunan)
No.134 seluas 579 M2 diklaim sebagai milik mereka.
“Dan sampai sekarang obyek masih ditempati klien kami. Tergugat (Mariana Candra Dkk) merasa ini miliknya. Dia berpedoman sertifikat yang dia miliki. Tapi klien kami juga punya sertifikat,” ungkap praktisi hukum yang sudah berpraktik 25 tahun ini.
Namun demikian, lanjut Agung, pihaknya akan tetap mengedepankan kekeluargaan. Karena sengketa tersebut masih dalam satu keluarga.
“Intinya, dari awal kita mengedepankan kekeluargaan. Bagaimana pun ini juga keluarga. Dan sebenarnya penyelesaiannya tidak seperti ini, tapi ini upaya terakhir yang kita lakukan. Maka semua harus menghormati proses hukum yang diajukan klien kami,” pungkas Agung. (Red)