Oleh Arief Sosiawan
Pemimpin Redaksi
Pada awal 2021, di Indonesia muncul kebijakan baru soal upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Meski tak ada yang gres, kebijakan pemerintah ini tetap disebut pembatasan sosial berskala besar (PSBB) 2021, yang kali ini diberlakukan khusus untuk Pulau Jawa dan Bali pada 11 Januari-25 Januari 2021.
PSBB diberlakukan untuk membatasi sejumlah aktivitas seperti tempat/kerja perkantoran dengan menerapkan work from home (WFH) sebesar 75%, dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Kedua, tetap melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara daring (dalam jaringan)/online. Ketiga, untuk sektor esensial yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat, tetap dapat beroperasi 100%, dengan pengaturan jam operasional dan kapasitas, serta penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Keempat, mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100% dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat. Kemudian kelima, kegiatan di tempat ibadah tetap dapat dilaksanakan, dengan pembatasan kapasitas sebesar 50%, dan dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
Keenam, kegiatan di fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara, ketujuh dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional untuk transportasi umum, dan terakhir (kedelapan) mengatur pemberlakuan pembatasan seperti kegiatan restoran (makan/minum di tempat) sebesar 25% dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran; serta pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mal sampai pukul 19.00 WIB.
Nah muncul pertanyaan, kok pemberlakuan PSBB saat ini dengan PSBB lalu sedikit beda? Apa Covid-19nya berbeda ya? Atau Covid-19nya yang sekarang sudah jinak? Atau ada alasan lain hingga pemerintah terkesan kendor dalam upaya pencegahan dan penyebaran Covid-19?
Sebab kita semua tahu, kala awal-awal Covid-19 “menyerang”, semua stakeholder negeri ini mati-matian menghadapinya. Dari pemerintah pusat hingga tingkat RT (rukun tetangga) melakukannya termasuk di dua wilayah, Jawa dan Bali.
Menyemprot disinfektan, membuat basis-basis pemeriksaan di setiap daerah, sampai mengeluarkan peraturan-peraturan penting dan bahkan sampai menjatuhkan sanksi dan hukuman kepada siapa pun pelanggar aturan itu. Semua dilakukan dengan satu alasan; melawan Covid-19 agar rakyat terselamatkan dari pandemi yang merusak tatanan dunia.
Jadi, menjawab berbagai pertanyaan itu bisa mudah bisa juga tidak. Bergantung dari sudut pandang mana dan apa masing-masing kita. Dari sudut pandang politik, atau ekonomi, keamanan, atau sosial, semua akan sama. Sebab, sejak pandemi Covid-19, triliunan rupiah sudah habis digelontorkan untuk menghadapinya meskipun hasil yang didapat belum membuat lega rakyat.
Apalagi, berbagai parameter yang memberi pengaruh kuat terhadap kondisi terkini di Jawa dan Bali seperti tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional, tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional, tingkat keterisian rumah sakit (BOR) untuk ICU dan Isolasi di atas 70% belum cukup kuat dijadikan alasan untuk membedakan pemberlakuan PSBB.(*)