Sepekan menjalani ibadah puasa Ramadan ketenangan rakyat Indonesia terusik. Meski tidak terlalu mengganggu tapi cukup mengagetkan publik. Pertama, ada aksi demonstrasi mahasiswa yang menyuarakan penolakan perpanjangan masa jabatan presiden (penundaan pemilihan presiden) dan penambahan periodesasi jabatan tiga kali. Kedua, riuhnya komentar masyarakat akibat pendapat Panglima TNI Andhika Perkasa soal persyaratan masuk tentara. Panglima mengingatkan jajarannya bahwa keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak boleh jadi alasan menggagalkan calon prajurit dalam proses seleksi. Andika menerangkan jika panitia seleksi menggagalkan calon prajurit karena alasan keturunan PKI, maka itu keputusan yang tidak punya dasar hukum.
Makjleb…dua soal itu cukup menyita perhatian rakyat. Dua soal itu juga sama-sama berdampak terhadap cara pandang rakyat dan penilaian kritis kepada pemerintah. Paling tidak (atau dalam hal ini mahasiswa) sudah merasa jengah menyikapi isu perpanjangan masa jabatan presiden (penundaan pemilihan presiden) dan penambahan periodesasi jabatan tiga kali.
Terbukti dengan berbaju almamater masing-masing perguruan tinggi, mereka “gatal kaki dan telinga” hingga turun ke jalan berdemo menyuarakan penolakan. Serempak menginginkan pemilihan presiden harus dilaksanakan sesuai amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain itu juga mahasiswa mendesak pemerintah segera menyelesaikan persoalan-persoalan kenaikkan harga minyak goreng serta kebutuhan pokok lain, dan harga BBM yang diam-diam naik.
Mahasiswa juga berjanji “setengah mengancam” akan terus menyuarakan ketidaksetujuan mereka hingga berencana menggelar demonstrasi yang lebih besar pada 11 April 2022 jika tuntutannya tidak didengarkan oleh pemerintah.
Begitu pula pernyataan Panglima, berbuntut persoalan baru. Tanpa diketahui siapa pemasangnya, tiba-tiba muncul beberapa spanduk yang menjelek-jelekkan Panglima TNI Andhika Perkasa, bertebaran di sepuataran ibukota Jakarta setelah pernyataan dirinya itu dipublikasi lewat akun internet atau TV channel.
Nah, apakah kedua soal itu berhubungan erat? Yang satu soal stabilitas pangan, satunya lagi soal stabilitas keamanan dan kenyamanan rakyat?
Menjawab pertanyaan itu tidak mudah. Sekilas tak terlihat hubungan eratnya. Satu sama lain membuahkan persoalan berbeda. Tapi tak dapat dipungkiri kedua soal ini memiliki nilai politis sama-sama besar. Demo mahasiswa jika tak segera ditangani dengan baik bakal menimbulkan percikan semangat besar dan dapat menjadi ancaman meningkatnya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Begitu pula soal persyaratan masuk tentara kalau tidak diluruskan atau diperkuat kebenaran alasannya bakal memberi nilai negatif dalam pandangan masyarakat terhadap TNI yang selama ini selalu menggaungkan NKRI harga mati bagi rakyat negeri ini.(*)