Zonasi, Jalur Neraka PPDB

oleh -744 Dilihat

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun akademik 2022-2023 alias tahun ini segera bergulir. Prosesnya diawali akhir Mei (bulan ini) dengan memasukkan data rapor hasil belajar siswa. Akhir Juni, proses dan satu per satu tahapan rampung semua dengan siswa berstatus diterima dan tidak diterima di sekolah impian yang diinginkan.

Belajar dari tahun sebelumnya, proses PPDB sederhana dan mudah. Tahun lalu atau (bahkan) dua tahun lalu prosesnya hampir sama. Semudah membalikkan tangan alias tak sesulit jika dibanding cita-cita siswa yang seringkali meleset dari harapan.

Apalagi sistem pendaftaran yang berlaku, tahun ini tak berbeda dibanding tahun lalu. Sistem yang digunakan masih memakai enam jalur seperti afirmasi baik untuk inklusi (disabilitas) dan mitra warga; jalur perpindahan tugas orag tua; jalur prestasi akademik dan jalur prestasi lomba; serta jalur zonasi.

Dari catatan, zonasi menjadi jalur tertinggi persentasenya, yakni 50 persen. Jalur afirmasi dan perpindahan orang tua 20 persen, jalur prestasi akademik 15 persen dan jalur prestasi lomba 15 persen. Artinya, persentase diterima atau tidak seseorang anak didik sudah ditakar dan ditetapkan sebagai aturan main yang diformulakan sebagai sebuah sistem.

Pemberlakuan sistem ini tentu bertujuan mulia. Memberi peluang sama terhadap anak didik tanpa membeda-bedakan dari mana asal-usul mereka dan latar belakang (tak terkecuali) seperti ajaran Pancasila. Apalagi sebagai negara demokrasi, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) mengedepankan nilai-nilai luhur kebersamaan dan strata yang seimbang dan sebanding antarwarga negara.

Pasti harapan berjalan lancar dan sukses menjadi terdepan bagi penyelenggaraan PPDB atau sang siswa anak didik tahun ini. Persis tahun lalu atau bahkan dua tahun belakangan. Cakupan siswa anak didik berhasil lolos memasuki jenjang pendidikan sekolah negeri tercukupi sesuai kuota yang ditetapkan di tengah puluhan ribu yang gagal mendapatkan sekolah negeri impian.

Bagi siswa yang lolos ke sekolah negeri impian pasti bersuka ria. Bagi siswa yang gagal bersedih bak mendapatkan “neraka” yang harus disesali sepanjang tahun menempuh pendidikan sesuai stratanya. Yang SD (sekolah dasar) enam tahun, SMP (sekolah menengah pertama) tiga tahun, SMA (sekolah menengah atas) tiga tahun dan SMK (sekolah menengah kejuruan) tiga tahun.

Namun ada pemikiran yang berbeda, dan pantas dipertanyakan. Kenapa sistem yang dipakai tahun ini sama dengan tahun lalu. Kenapa persentase “pembagian jatah” penerimaan siswa anak didik tak ada perubahan di semua jalaur yang ditetapkan sementara kondisi negara tahun ini dan tahun lalu ada perbedaan akibat pandemi corona.

Masih segar dalam ingatan kita semua, pandemi corona terjadi awal 2020. Di tahun tersebut siswa SMA dan SMP yang kini lulus hanya mengenyam bangku sekolah cuma satu semester di ruang kelas, selebihnya sekolah daring (dalam jaringan).

Ini berbeda dengan siswa anak didik yang lulus tahun lalu. Mereka masih sempat mengenyam bangku sekolah satu setengah tahun bersama di ruang kelas. Tentu perbedaan ini membedakan pula psikologis siswa anak didik. Siswa anak didik yang lulus tahun ini lebih “tak mendapatkan apa pun” karena kehilangan peluang kebersamaan dengan kawan sekelas.

Nah, pertanyaan besarnya, kenapa sistem PPDB-nya tak berubah? Apa penyelenggara (dalam hal ini dinas pendidikan) tidak melihat lebih teliti beban psikologis siswa yang lulus tahun ini lebih berat karena mendapatkan perlakukan daring lebih lama dibanding siswa yang lulus tahun lalu?

Apalagi melihat sebaran sekolah di Kota Surabaya (misalnya) tidak merata akibat tidak semua kecamatan ada sekolah negeri? Pasti jalur zonasi yang mengedepankan satu wilayah kecamatan akan menjadi jalur neraka bagi siswa yang tempat tinggalnya berada di kecamatan yang tidak ada sekolah negeri impian akibat kalah dalam ukuran jauh dekat rumah dengan lokasi gedung sekolah impian.(*)

 

Visited 1 times, 1 visit(s) today

No More Posts Available.

No more pages to load.