Oleh : Muhammad Hidayat, Wartawan Memorandum Biro Pasuruan
“Tiga hal yang menjadi pekerjaan rumah. Pertama, penataan parkir agar tidak semrawut serta memaksimalkan pengelolaannya guna mendorong kenaikan PAD. Kedua, penataan PKL yang masih menutupi keindahan Alun-Alun. Dan ketiga, penataan becak. Bagaimana becak tidak mengganggu lalu-lintas dalam menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat yang ditentukan,” ujar Walikota Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dalam sesi wawancara dengan Wartawan, 27 Maret 2023 lalu.
Berangkat dari statemen orang nomor satu di Kota Pasuruan tersebut, maka kawasan Alun-Alun ini tentu menjadi prioritas utama. Ada hal yang serius yang harus dibenahi di Kota Madinah ini. “Itu menjadi PR kita dan harus kita kerjakan satu dua bulan ke depan,” imbuh Gus Ipul seolah menegaskan keseriusan itu.
Pembahasan pertama soal penataan parkir. Saya lebih fokus pembahasan kali ini pada penataan parkir. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa parkir di kawasan Alun-Alun Kota Pasuruan mengalami beberapa perubahan. Pemkot Pasuruan melalui Dinas Perhubungan pernah menata parkir diseberang jalan. Lebih dekat dengan trotoar. Namun, kemudian diubah lagi. Parkir motor dan mobil diubah ke sisi utara atau bagian luar trotoar. Sehingga, PKL yang berada di dekat trotoar.
Dan selanjutnya diberi pembatas beton non permanen. Kemudian becak wisata ditempatkan di timur Alun-Alun atau di kawasan Jl WR Supratman. Hingga kini becak wisata masih berjajar disana.
Sejak berdirinya 6 Payung Madinah, situasinya tentu berbeda. Jadi lebih heboh. Wisatawan dari dalam dan luar daerah mulai memadati kawasan ini. Parkir mobil pribadi dan sepeda motor pada waktu tertentu seringkali tidak muat dengan kapasitas parkir yang ada. Apalagi, pada saat malam Jumat Legi, kawasan Alun-Alun tumplek blek dengan lautan manusia. Antara yang berziarah dengan yang berwisata sama-sama berjumlah besar. Sehingga, parkir kendaraan pun sampai keluar di daerah Bangilan.
Data yang dilansir Pemkot Pasuruan dalam website resminya menyatakan, untuk tahun 2022, pengunjung Alun-Alun Pasuruan mengalami kenaikan signifikan menjadi 139.336 orang. Atau meningkat sebanyak 35 persen. Ini belum dihitung peningkatan pengunjung pada awal sampai pertengahan 2023 ini. Tentu peningkatannya jauh lebih besar lagi. Dan tentu menjadi masalah tersendiri dalam penataan parkir di kawasan Alun-Alun tersebut.
Yang menjadi persoalan adalah meningkatnya jumlah parkir tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkot Pasuruan. Artinya, secara cetho welo-welo (kelihatan jelas), kalau parkir di Alun-Alun itu ada peningkatan besar. Namun tidak banyak memberikan kontribusi pada daerah. Hal ini pula yang bisa jadi menjadi temuan BPK.
Bercermin dari hasil studi tiru di kawasan Malioboro Yogyakarta pada 18-20 Mei 2023 lalu, ada beberapa poin yang bisa dijadikan kajian buat Kota Pasuruan. Sebelum 2015-2016, parkir di kawasan Malioboro juga begitu ribet. Hampir seluruh kendaraan bebas masuk kawasan tersebut. Motor, mobil, becak dan andong bisa parkir di sembarang tempat. Hal ini tentu menjadikan ruang publik terganggu. Antara pengunjung, kendaraan yang jalan dan kendaraan parkir bergumul menjadi satu. Pengunjung Malioboro pun mengeluh merasa tidak nyaman.
Sumber Solopos. com pada Kamis (3/12/2015) lalu menyebutkan merelokasi parkir di sepanjang sisi timur Malioboro pada awal 2016 dilakukan secara bertahap. Lokasi parkir di kawasan tersebut dipindah ke lokasi parkir bertingkat Abu Bakar Ali (ABA). Sudah selesai dibangun tiga tingkat. “Pembangunan parkir portabel ABA selesai tahun ini. Relokasi parkir (sisi timur Malioboro) 2016 oleh Pemkot Jogja,” kata Kepala Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM), Muhammad Mansur seperti dilansir Solopos.com waktu itu.
Parkir Portabel ini dibangun tiga tingkat dengan dana Rp 22 miliar. Dana tersebut didapat dari support anggaran Dana Istimewa (Danais) Pemprov DIY. Parkir ini mampu menampung sebanyak 36 bus ukuran besar di lantai dasar.
Sementara lantai I dan lantai II mampu menampung sebanyak 2.800 kendaraan roda dua. Parkir ABA juga dilengkapi 76 lapak di lantai dasar dan 68 lapak di lantai atas. Lapak tersebut diperuntukkan pengelola parkir. Antara pihak Provinsi dan daerah bisa bersinergi. Pemprov DIY kewenangannya dalam persoalan infrastruktur (membangun fisik parkir). Sementara urusan sosialisasi dan relokasi menjadi tanggung jawab Pemkot Yogya.
Parkir Portabel sendiri untuk memaksimalkan lahan yang ada. Tidak perlu banyak lahan yang harus dibebaskan oleh Pemkot Yogya. Selain itu, untuk pengunjung dari arah yang lain, Pemkot setempat juga menyiapkan kantong parkir lain. Seperti di selatan Pasar Bringharjo dan jero pasar. Juga membangun lokasi parkir di Senopati dan Ngabean.
“Kalau parkir portabel ABA itu bukan tupoksi kita. Itu kewenangan Dinas Pariwisata atau Pemprov. Kalau Dishub Yogya menangani parkir di Senopati dan Ngabean,” ujar Agus Arif, Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Selain itu, di kawasan Malioboro Yogyakarta tidak diperlakukan parkir berlangganan. Artinya, pihak Dinas Perhubungan memberikan tarif parkir sesuai amanah Perda No 2 tahun 202 tentang retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP). Yakni kawasan Abu Bakar Ali, Senopati, dan Ngabean.
Tarifnya terdata lengkap untuk setiap kawasan itu. Mulai tarif truk gandeng, truk besar, truk sedang, bus besar, dan bus sedang. Lalu, mobil pribadi, sepeda motor, sepeda listrik, sepeda (onthel), andong dan becak.
Bahkan, juga diatur tarif per 3 jam pertama, dan perjam selanjutnya (baca: artikel detikjateng, “Resmi! Ini Dia Lokasi dan Tarif Parkir Bus di Malioboro Jogja, edisi 20 Januari 2022 pukul 16.19 WIB).
Bagaimana dengan kebijakan Pemkot Pasuruan? Hingga kini, kita masih belum mendapatkan grand design atau blue print yang jelas soal penataan parkir ini. Siti Rochana, Kepala Bappelitbangda Kota Pasuruan hanya menyebut sementara ini Pemkot Pasuruan baru membentuk Tim Percepatan Pengelolaan Parkir. Melibatkan lintas sektor.
Selain Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tim ini juga melibatkan pihak Kejaksaan dan Kepolisian. “Regulasi masih digodok. Intinya penataan parkir ini menjadi langkah yang serius untuk bisa ditata dan bisa meningkatkan penambahan PAD untuk Kota Pasuruan,” cetusnya.
Sebagai kawasan wisata, wajar jika Alun-Alun Kota Pasuruan dituntut untuk bisa menyumbang PAD dari banyak sektor. Salah satunya dari sektor parkir. Sebab, kalau dilakukan parkir berlangganan, toh kenyataan di lapangan, masih banyak jukir nakal yang menarik parkir lagi. Sementara, setoran ke dinas terkait untuk menjadikan pemasukan daerah, masih belum begitu nampak.
Untuk penataan kawasan Alun-Alun, sebenarnya pihak Bappelitbangda juga sudah menyusunnya dalam RKPD atau Rencana Kerja Pembangunan Daerah. Dengan melibatkan banyak sektor. Termasuk menampung aspirasi masyarakat.
“Pada tahun 2024 nanti, konsentrasi wisata bukan hanya di Alun-Alun saja. Tapi, kita akan bangun Taman Makkah di daerah Krampyangan. Dari lapangan Krampyangan sampai kawasan Bayt Alhikmah. Sesuai DED, kita alokasikan dana sekitar Rp 24 miliar. Dana dari BK Provinsi. Disana nanti ada agrowisata, rest area, jogging track dan taman,” cetusnya.
Untuk penataan parkir sendiri, Kepala Dinas Perhubungan Kota Pasuruan, Andriyanto pernah berinisitif untuk menyodorkan konsep parkir ke pihak ketiga. Termasuk parkir alun-alun Kota Pasuruan. “Kita masih dalami konsepnya,” cetusnya.
Untuk parkir Alun-Alun sendiri, Andri menyatakan jika itu menjadi kawasan khusus. Sehingga diperlukan banyak kantong parkir wisata. Selain itu, juga ada perubahan fungsi jalan atau bisa jadi rekayasa lalu lintas.
Apa tidak memungkinkan jika Alun-Alun bebas dari kendaraan baik R2, R3 (becak) dan R4? Andri masih belum bisa menegaskan hal itu. Sebab, namanya kawasan wisata seperti Malioboro, maka perlakuan Alun-Alun Kota Pasuruan harus bebas dari kendaraan, baik roda 2, 3 dan 4. Bisa dibuatkan parkir portabel. Atau memanfaatkan kantung-kantung parkir.
Misalnya dibuatkan kantung parkir di wilayah pasar Poncol, kawasan Jl Niaga atau di Jalan KH Wachid Hasyim – sebelah selatan Masjid Al Anwar. Sehingga, jalur utara dan selatan bisa benar-benar steril dari kendaraan untuk sore dan malam hari. Bisa dijadikan sarana ruang publik masyarakat berbelanja dan menikmati keindahan Alun-Alun. “Memang selama ini kebutuhan masyarakat akan parkir di ruang badan jalan melebihi kapasitas yang ada,” tukasnya.
Pihak DPRD Kota Pasuruan juga mengaku belum mendapatkan gambaran atau grand design (atau grand desain) penataan revitalisasi Alun-Alun Kota Pasuruan. Termasuk juga penataan parkirnya. Sumardjono, Ketua Komisi 2 menilai sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan blue print soal penataan parkir atau yang lainnya dari dinas terkait. “Cuma kalau memang Alun-Alun itu menjadi kawasan khusus, maka perlu rekayasan lalu lintas. Parkir juga perlu regulasi yang baru sambil menunggu omnibus law,” gumam Sumardjono.
Upaya mewujudkan Kota Pasuruan menjadi Kota Madinah tidaklah mudah. Dengan tagline: Maju Ekonominya, Indah Kotanya dan Harmoni Warganya, cita-cita ini sungguh mulia. Namun, tantangannya cukup besar.
Gus Ipul juga perlu memberikan gambaran yang jelas, melalui dinas terkait dalam bentuk grand design, agar revitalisasi Alun-Alun ini benar-benar komprehensif. Sehingga, pada saat nanti misalnya PKL sudah tertata, parkir kendaraan berada di luar Alun-Alun, maka kawasan Alun-Alun harus punya daya tarik tersendiri.
Bukan sekadar berziarah, atau makan nasi goreng/mie/bakso, tapi harus simultan. Ada oleh-oleh khas Pasuruan di Mall Pelayanan Publik. Ada event yang bisa dilihat di Amphi Teathre Kantor Dispora, atau melihat view Payung Madinah yang indah ditambah sarana permainan keluarga di pusat Alun-Alun Kota Pasuruan. Sehingga, wisatawan diharapkan bisa betah berlama-lama tinggal di Pasuruan. Semoga!