Kurang lebih dua tahun lagi pemilihan presiden Republik Indonesia (RI) bakal digelar. Tepat Rabu 24 Februari 2024 dilakukan pemungutan suara. Putaran kedua pada 26 Juni 2024 (kalau ada). Ini jadwal sah kalender kerja KPU (Komisi Pemilihan Umum) Indonesia.
Yang menarik, pemilihan umum kali ini sedikit berbeda dibandingkan pemilihan sebelumnya (2019). Tahun ini dilaksanakan serentak mulai dari pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah, dan pemilihan presiden. Paket komplet, lengkap satu paket. Istimewa!
Saking istimewanya, gaung pemilihan, terkhusus pemilihan presiden, terdengar nyaring melengking meski masih dihelat dua tahun lagi.
Terlihat antara partai politik (parpol) satu dengan lain saling bersahutan bermanuver membentuk opini. Tak peduli cara halus atau kasar dilakukan. Yang penting mereka bersuara keras, lantang, dengan satu tujuan hati rakyat terpikat.
Tanda-tanda itu terlihat sangat jelas. Bahasa Jawanya cetho welo-welo. Parpol A membentuk kerja sama (yang dinamai koalisi) Parpol B, C.
Parpol lain (baca: D) juga demikian. Mengajak partai E dan F ujug-ujug mengumumkan calon presiden (capres) hingga menghentak dan menbuat kaget parpol lain yang sebelumnya terkesan cuma main-main membentuk koalisi saja, belum sampai meneken kontrak seorang sosok calon presiden.
Alhasil persaingan antarparpol terlihat kian memanas. Di antara mereka terkesan saling tidak ingin ketinggalan hingga berakibat terkuaknya tabir pencitraan semua parpol. Parpol yang harus berkoalisi atau pun parpol yang tak butuh koalisi sama-sama terlihat demikian. Wow…!
Tak cukup ini, tanpa malu-malu gerakan partisan relawan nonpartai ikut-ikutan bermanuver. Gerakan mereka tidak salah, tapi cukup menggelikan. Seakan mereka lebih berkuasa dari parpol yang ada. Padahal mereka tahu sistem pemilihan presiden di negeri ini memakai aturan Presidential Threshold (PT) yang bernilai 20 persen untuk bisa mengusung pasangan calon presiden.
Buruknya lagi, mereka (nonpartai) terpapar seperti robot. Terlihat ada yang memerintah dan menunggangi. Terbuktikan gerakan-gerakan mereka membuat deklarasi untuk nama calon presiden tertentu lumayan besar hingga muncul pertanyaan besar “dari mana mereka mendapatkan dana” untuk gelaran kegiatan yang banyak ragam itu.
Terlihat juga kelompok “relawan” lain keukeuh meminta dan menyuarakan Jokowi tiga periode. Ini sungguh sangat menggelikan mengingat UUD (undang-undang dasar) negara kita tidak membolehkan. Dan mereka pun tahu soal ini hanya pura-pura tidak tahu hingga terkesan ingin mengakali peraturan dan perundangan yang ada.
Nah, agar pemilihan presiden 2024 berjalan lancar serta mengedepankan jujur dan adil serta langsung, umum, bebas dan rahasia, rakyat harus sering-sering berdoa selain bersepakat tak ada lagi presiden petahana dalam daftar calon presiden akibat larangan yang ada di UUD 45 tepatnya pasal 7.(*)