
SURABAYATERKINI.COM: Hingga kini, jamaah yang terlantar hingga kurangnya pelayanan dan fasilitas masih menjadi momok pada pelaksanaan haji 2025. Bahkan, pemberlakuan Multi Syarikah yang diterapkan oleh pemerintah Arab Saudi belum memberikan kontribusi yang positif. Sehingga, pemerintah dan Timwas Haji DPR RI harus kembali melakukan evaluasi terhadap persoalan ini.
Salah satu jamaah haji Indonesia, Andry Ermawan, dari kloter 95 embarkasi Surabaya ketika dihubungi awak media, Minggu (8/6/2025), memaparkan, banyaknya Syarikah yang diterapkan pada pelaksanaan ibadah haji 2025 ternyata belum bisa menjamin pelayanan akan menjadi lebih baik. Justru yang terjadi malah sebaliknya.
“Memang fakta di lapangan seperti itu. Seperti kami (para jamaah) yang akan diangkut ke Arafah pada tanggal 8 Dzulhijah, disitu sudah jelas Syarikah akan menjemput rombongan jamaah dari kloter 95 melalui tiga tahapan, yaitu pukul 06.00-10.00 (waktu setempat), pukul 11.00-16.00 (waktu setempat) dan pukul 18.00-22.00 (waktu setempat). Namun, kami baru dijemput tengah malam sekitar pukul 24.00 (waktu setempat). Sehingga banyak jamaah disini yang ketereran,” tutur Andry
Molornya waktu penjemputan oleh Syarikah ini, menurut Andry, tentunya berdampak serius pada para jamaah. Apalagi sebagian besar jamaah sudah berusia lanjut.
Tenda-tenda yang seharusnya ditempati oleh para jamaah kloter 95 ternyata sudah diisi jamaah lainnya. Sehingga jamaah kloter 95 harus rela terlantar di luar tenda hanya dengan beralaskan tikar.
“Ya udah kita harus sabar di Tanah Suci. Akhirnya kita gelar tikar di bawah pohon di luar tenda bersama ratusan jamaah lain. Karena bayangkan saja kita baru nyampai Arafah jam 02.00 dini hari,” ujar Andry.
Hanya beberapa menit beristirahat, para jamaah kloter 95 ini kembali melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sejauh 2 kilometer. Para jamaah yang sudah berusia lanjut pun terpaksa melakukan hal yang sama, sambil menenteng tas koper mereka yang cukup berat. Mengingat waktu menunjukan hampir pagi, yang tak lama lagi akan ada razia dari pemerintah setempat. Karena sudah jadi aturan umum bahwa para jamaah haji harus sudah berada di tenda pada siang hari. “Jadi kami harus berjalan kaki lagi sekitar 2 kilometer bersama ibu-ibu jamaah sudah sepuh-sepuh sambil bawa tas ransel. Memang jauh sekali. Baru akhirnya kami para jamaah mendapatkan tenda,” ungkap Andry.
Selain banyak jamaah yang terlantar, alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII) Yogyakarta ini meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan fasilitas bagi para jamaah haji, mulai jumlah toilet, transportasi yang selalu terlambat hingga kurangnya tenaga kesehatan.

“Ya itu sebagai koreksi aja. Walaupun kita ini sedang ibadah ya harus ikhlas artinya semua itu sudah Allah yang atur, tetapi pemerintah juga harus dikoreksi, karena bagaimanapun yang menjadi korban ya tetap jamaahnya. Seperti yang terjadi di Musdalifah, kami sudah antri naik bus malam, ternyata di sana tidak bisa masuk, sudah tutup. Tapi Alhamdulillah ada hikmahnya, Allah memberikan jalan, satu kloter kami langsung ke Minna,” jelas Andry.
Selain itu, Andry juga meminta pemerintah agar tidak terlalu banyak Syarikah dalam pelaksanaan haji. Banyaknya Syarikah, kata Andry, tidak memberikan pelayanan yang maksimal.
Diantaranya Syarikah Rifad yang dinilai sebagian besar jamaah haji tidak kompeten, akuntabel dan tidak responsive dalam memberikan pelayanan. Tak jarang petugas dari petugas Syarikah Rifad kerap marah-marah ke jamaah haji Indonesia. Sehingga Menteri Agama KH Nasaruddin diminta bertindak tegas terhadap Syarikah tersebut.
“Banyak Syarikah banyak sekali krodit di mana-mana. Jadi wajar banyak jamaah yang emosinya tak terbendung. Ini jadi tanggungjawab pemerintah agar tak terjadi lagi pada pelaksanaan haji 2026 mendatang. Ini aja kami Nafar setelah lempar jumrah untuk dijemput kembali ke Makkah tapi kami tidak tahu dijemput jam berapa? Seharusnya Syarikah ini sudah memberitahukan ke kloter atau kafilah yang sudah ditunjuk, dan mereka harusnya lebih aktif,” tandasnya.
Andry berharap, pemerintah maupun Timwas Haji DPR RI betul-betul memperhatikan pelayanan maupun fasilitas yang disediakan oleh Syarikah kepada jamaah haji Indonesia. Sehingga nantinya tidak ada lagi jamaah haji yang terlantar karena tidak adanya perhatian dan fasilitas yang kurang memadai. Apalagi suhu di Makkah pada musim haji bisa mencapai 50°celcius.
“Jadi kami harapkan Timwas Haji DPR RI lebih tegas untuk melihat langsung di lapangan. Bila perlu sidak sebelum pelaksanaan haji untuk melihat fasilitas yang dijanjikan Syarikah. Jangan sampai di luar kesannya bagus tapi di dalam bobrok, kasihan jamaah kita. Pemerintah harus betul-betul memberikan atensi kepada jamaah kita,” tambah Ketua Melayu Raya Korwil Jawa Timur ini.
Meski demikian, Andry juga memuji konsumsi yang diberikan pada jamaah haji tahun ini. Tidak hanya layak, tetapi juga berlimpah. “Untuk makanan dan minuman sudah bagus, berlebih-lebih. Itu yang kita alami disini. Ada Semur Daging dan nikmat, Insha Allah sudah bagus,” pungkas Andry dari KBIH Nurul Hayat Surabaya ini menjelaskan.
Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, menegaskan bahwa berbagai persoalan teknis yang terjadi selama pelaksanaan ibadah haji 2025 akan menjadi perhatian utama dalam proses revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sebagai anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Saan mengakui jika sebagian besar keluhan jamaah haji berkaitan dengan aspek teknis, seperti konsumsi, transportasi, dan akomodasi. Sehingga hal itu akan menjadi bahan evaluasi bagi Timwas Haji DPR RI. (red)





