Belum lama ini KSAD Jenderal Dudung Abdul Rahman membuat pernyataan yang cukup mengagetkan. Dudung menyebut “Tuhan Bukan Orang Arab”. Langsung saja lontaran voice jenderal berbintang empat ini menuai tanggapan positif dan negatif.
Yang positif menegaskan Dudung mengajak semua orang beragama, terutama yang beragama Islam, untuk menjadi lebih pinter alias cerdas. Paling tidak pernyataan itu memaksa orang untuk mau berpikir jernih dan mau belajar serta memahami soal keimanan terhadap Tuhan Allah Yang Maha Esa.
Tak hanya itu, pernyataan sosok yang gebrakan awal tugas sebagai KSAD ingin merekrut santri menjadi tentara menegaskan kalau orang Islam tidak mudah diarahkan kepada sesuatu yang tak masuk akal sehat.
Yang negatif tidak demikian. Pernyataan Dudung langsung direaksi keras dan dinilai berlebihan. Malah ada yang menilai Dudung sosok penista agama bahkan pemecah keutuhan warga.
Melihat kedua sisi dengan perbedaan ini, sejujurnya wajar-wajar saja. Gak ada yang harus disalahkan, juga tak harus ada yang dibenarkan. Yang menilai positif atau pun negatif sama-sama harus dihargai sebagai “suara kebaikan”. Yang pasti kedua sisi memiliki argumentasi yang sama-sama kuat dan berdasar.
Pertama, Tuhan itu memang bukan manusia. Sehingga, kalimat Tuhan Bukan Orang Arab sangat bisa dibenarkan karena Tuhan memang bukan manusia. Tuhan adalah zat yang tertinggi tidak dapat disamakan dengan manusia. Apalagi dianggap sebagai orang Arab, pasti salah besar. Alhasil, tidak ada yang salah dalam pernyataan Jenderal Dudung.
Kedua, Tuhan dalam keimanan orang Islam adalah satu-satunya zat yang disembah. Sebab, Islam agama yang memerintahkan penganutnya untuk tidak menyembah selain Tuhan Allah. Lagi-lagi pernyataan Tuhan Bukan Orang Arab sangat benar. Karena, sesembahan penganut Islam memang bukan orang Arab tetapi Tuhan Allah SWT.
Dengan demikian jelas, pernyataan mantan Pangkostrad tidak harus diributkan. Tidak perlu dipertentangkan. Justru harus dipandang sebagai seruan atau ajakan kepada seluruh umat muslim untuk menjadi penganut Islam secara benar dan masuk akal.
Tegasnya, pernyataan itu harus dinilai sebagai pelajaran terbaik untuk diamalkan umat muslim dalam menjalani kehidupan beragama di tengah kemajemukan masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Meski begitu, agar tidak menjadi opini liar tentang pernyataan Dudung, yang patut digarisbawahi dalam beragama salah satunya tentang kenabian. Nah, kerasulan Muhammad SAW yang diyakini atau diimani seluruh umat Islam, Muhammad adalah orang Arab dan wujudnya adalah manusia. Artinya, kalau seluruh umat Islam mengagungkan (bukan menyembah) Muhammad untuk ditiru tindak tanduknya sebagai suri tauladan tidak boleh disalahkan.
Jadi jelas, apabila umat Islam (termasuk di Indonesia) ada yang meniru perilaku Rasulullah mulai dari cara berpakaian, cara berbicara, cara menilai, cara memimpin, cara hidup di tengah kemajemukan umat manusia, cara berumah tangga, dan lain sebagainya, adalah wajar wajar saja.(*)