Usai Temui Kasat Reskrim, Tim Hukum Korban Pengeroyokan Menduga Debt Collector BNI Tak Bersertifikasi

oleh
Tim hukum korban didampingi FPPI (Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia) saat memberikan keterangan media. Foto: ist

SURABAYATERKINI.COM: Pemeriksaan terhadap kasus pengeroyokan pengacara Tjetjep Muhammad Yasin oleh belasan debt collector BNI mulai berjalan di Polrestabes Surabaya. Namun demikian, tim hukum korban menduga jika debt collector yang melakukan aksi premanisme tersebut tak mengantongi sertifikasi penagihan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Tim Hukum korban, Agung Silo Widodo SH MH usai mendatangi Mapolrestabes Surabaya, Rabu (15/1/2025). Selain dirinya, menurut Agung, ada tiga orang tim hukum yang bersama-sama mendatangi Mapolrestabes, yakni Andry Ermawan SH, Dede Puji Sudomo SH, Adi Gunawan SH dan Agus Budi Wahono SH MH.

Kedatangan mereka ditemui langsung oleh Kasat Reskrim AKBP Aris Purwanto SH SIK MH. Dalam keterangannya, Agung menyatakan, bahwa pihaknya mengapresiasi langkah Polrestabes Surabaya, yang dengan cepat merespon kasus tersebut.

Dalam pertemuan itu, kata Agung, Kasat Reskrim berjanji akan menindak tegas siapa pun yang melakukan tindak pidana, terlebih lagi aksi premanisme oleh para debt collector yang meresahkan masyarakat. Selain itu, tim hukum korban juga memantau langsung proses pemeriksaan saksi-saksi yang kini tengah berjalan.

“Ya, kedatangan kami ke Mapolres ditemui langsung Pak Kasat Reskrim Polrestabes, dan melihat langsung proses pemeriksaan. Dan, hari ini sudah 2 orang saksi diperiksa untuk dimintai keterangan,” ujar Agung usai keluar dari Gedung Mapolrestabes Surabaya.

Selain itu, lanjut Agung, penyidik juga meminta keterangan dari korban Tjetjep Muhammad Yasin, yang saat ini masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit PHC Tanjung Perak, Surabaya. “Penyidik tadi juga datang ke Rumah Sakit PHC untuk meminta keterangan dari korban, karena korban masih menjalani perawatan intensif. Ini membuktikan kepolisian sangat serius menangani kasus ini. Pemeriksaan secara maraton sudah dilakukan,” jelas praktisi hukum kelahiran Banyuwangi ini.

Hal yang sama dikatakan Ketua Tim Hukum Andry Ermawan SH. Ia yakin jika proses hukum di Polrestabes Surabaya akan berjalan dengan baik, profesional dan sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur).

“Kita berharap proses hukum berjalan secara profesional dan sesuai SOP,” terang Andry.

Terkait aksi premanisme yang dilakukan oleh para debt collector yang disebut-sebut dari Bank Nasional Indonesia (BNI), Agung menambahkan, bahwa harus ada tindakan tegas dari aparat hukum, termasuk adanya sanksi berat terhadap para pelaku maupun pihak bank yang menggunakan jasa debt collector tersebut.

Pasalnya, kata Agung lagi, setiap debt collector yang melakukan penagihan harus mengantongi sertifikasi. Ketentuan itu diatur oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), sesuai dengan Undang-undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK). “Di UU PPSK dijelaskan dilarang menggunakan kekerasan dalam melakukan penagihan, apalagi aksi premanisme. Dan memang klien kami (anak dari Tjetjep) sedang menangani perkara yang berkaitan dengan bank BNI. Sehingga kami menduga para debt collector ini dari bank tersebut. Cuma masalahnya, mereka sudah bersertifikasi atau belum, nanti pasti akan terungkap,” pungkas Agung.

Sesuai aturan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan jasa penagihan kredit atau debt collector. Namun, debt collector harus mematuhi sejumlah rambu-rambu yang diatur oleh OJK melalui Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBBTI).

Dalam aturan itu, terdapat ketentuan dan etika dalam proses penagihan. Diantaranya, penyelenggara P2P (peer to peer) lending dilarang menggunakan ancaman, intimidasi dan hal-hal negatif lainnya, termasuk unsur SARA dalam proses penagihan.

OJK juga mengatur waktu penagihan bagi para penyelenggara kepada debitur, maksimal hingga pukul 20.00 waktu setempat.

Tidak hanya itu, para penyelenggara wajib bertanggung jawab terhadap semua proses penagihan. Artinya, debt collector atau jasa penagih yang memiliki kontrak dengan pihak penyelenggara berada di bawah tanggung jawab penyelenggara. Road map tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang No.4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK).

Bahkan, dalam Pasal 306 UU PPSK disebutkan bahwa pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) melakukan pelanggaran dalam penagihan hingga memberikan informasi yang salah kepada nasabah akan dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar hingga Rp 250 miliar.

Seperti diketahui, pengacara PERADI Tjetjep Muhammad Yasin, yang akrab dipanggil Gus Yasin dikeroyok belasan orang debt collector di kawasan Kebraon, Karang Pilang, Surabaya, Senin malam (13/1/2025).

Kejadian itu saat ia akan berangkat salat Isya di masjid. Tjetjep terlebih dulu mampir di rumah makan milik Proko, untuk membeli makanan berbuka puasa.

Di warung makan milik Proko, ia melihat banyak pria bertampang sangar, yang berjumlah sekitar 15 orang. Mereka ternyata berniat menagih utang kepada pemilik warung makan tersebut.

Saat itu, terlihat cekcok antara nasabah dan belasan debt collector tersebut. Pemilik warung makan itu punya tagihan utang kartu kredit.

“Kebetulan saya ada di sana mau pesan makan. Dan saya berusaha untuk meredakan suasana. Sayangnya mereka tidak terima. Saya sudah bilang pada mereka bahwa saya pengacara, tapi sepertinya mereka tidak mau tahu,” tandas Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN) ini.

Hingga akhirnya, kata Gus Yasin, kepalanya dipukul oleh para deb collector tersebut. Ia tak berdaya lantaran dikeroyok.

“Saya dikeroyok ramai-ramai. Perut saya ditendang. Dada diinjak. Bahkan setelah saya terjatuh, tetap saja kepala saya dipukuli. Mereka benar-benar tidak memiliki rasa kemanusiaan,” papar Yasin.

Tragisnya lagi, saat pengeroyokan terjadi ada lima anggota polisi dari Polsek Karangpilang dan beberapa warga setempat.

“Ada lima anggota polisi tapi tak bisa berbuat apa-apa saat saya dikeroyok. Mereka memang berusaha melerai tapi saya tetap dihajar beramai-ramai,” ungkap Gus Yasin.

Akibat aksi premanisme para debt collector tersebut Gus Yasin yang dengan kepala terluka melaporkan kejadian tersebut ke Polrestabes Surabaya. (Red)