Butuh Presiden, Bukan Pemeran Presiden

oleh -489 Dilihat

Pemilihan presiden negeri ini masih dua tahun lagi. Cukup lama untuk bisa memastikan siapa saja yang maju menjadi bakal calon atau bahkan calon tetap sekali pun. Bejibun tahapan untuk menggapainya. Apalagi bagi yang berminat menjadi calon presiden. Begitu juga buat partai politik, apa pun dilakukan untuk menyiapkan calon.

Satu per satu manuver dilakukan. Satu per satu langkah dipadukan. Satu per satu gagasan dilontarkan oleh yang berminat menjadi calon presiden. Partai politik pun demikian, menawarkan dan terus menawarkan sosok atau tokoh siapa pun yang bisa “dijual” untuk dipoles menjadi calon presiden. Segalanya bakal dilaksanakan demi tujuan meraih kemenangan.

Hasilnya magnet pemilihan presiden kini semakin kuat menyedot perhatian hingga persaingan antarsosok tokoh, antarpartai politik atau antargolongan masyarakat kian tampak bayangannya, meski masih cukup lama dalam hitungan hari. Sehingga di setiap sudut, ruang, dan waktu semua terlihat “bergerak” seakan kuat-kuatan tak peduli benar atau salah, baik atau buruk.

Istilah gampangnya, gelombang politik kini makin menunjukkan grafik meninggi akibat gerakan mereka. Apalagi dibumbui hasil survei-survei yang hanya mengangkat nama calon presiden itu-itu saja, makin memperkuat pandangan bahwa pemilihan presiden tak lebih dari prosesi biasa akibat dikuasai orang atau partai politik itu-itu saja.

Alhasil, bagi sebagian rakyat, pemilihan presiden dinilai tak lebih baik buat kehidupan negeri ini. Apalagi sistem dan pola pemilihan masih ada sekat atau jurang yang dikemas dalam bentuk Presidential Threshold (PT), menguatkan opini atau pandangan pemilihan presiden bukan untuk rakyat secara umum tapi untuk sebagian rakyat yanag dikendalikan oligarki. Artinya ada atau tidak ada pemilihan presiden tak berpengaruh bagi kehidupan mereka.

Tegasnya, rakyat seperti ini melihat sepak terjang partai politik atau sesorang tokoh atau sosok yang ingin menjadi presiden bagaikan calo kemenangan belaka agar bisa menjadi penguasa negeri.

Tapi bagi sebagian rakyat lainnya tidak demikian. Pemilihan presiden dianggap sebagai pintu gerbang perbaikan negeri hingga harus memilih sosok presiden sesuai keinginan hati mereka gak peduli baik atau buruk. Sehingga mereka (yang dari kelompok rakyat seperti ini) mendukung calon presiden atau partai politik untuk memenangi kontestasi hukumnya wajib dilakukan.

Nah, menguji kebenaran terhadap dua pandangan berbeda ini, tentu dibutuhkan waktu panjang guna menguatkan kepercayaan rakyat terhadap “pengadil” pemilihan presiden alias komisi pemilihan umum.(*)

Visited 4 times, 1 visit(s) today

No More Posts Available.

No more pages to load.