Surabaya, memorandum.co.id – Acara Jatim Media Summit (JMS) 2023 mengungkap peluang dan tantangan bisnis media di Jawa Timur. Saat ini perlu adanya transformasi besar untuk pengembangan media di Jatim.
“Prinsipnya, kita harus beradaptasi terhadap transformasi dunia,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah saat membuka acara JMS 2023, Rabu (24/5/2023).
Media massa masih menjadi sumber informasi yang paling dipercaya masyarakat. Televisi menjadi sumber informasi yang paling dipercaya sebesar 53,2% di atas media sosial dan media lainnya.
Sementara 1 dari 15 media terverifikasi Dewan Pers berbasis di Jawa Timur. Potensi pasar bisnis media di Jawa Timur terbesar kedua di Indonesia setelah regional Jabodetabek.
Menurut Khofifah, media harus adaptif di tengah disrupsi informasi serta harus konvergen dan menggunakan multiplatform. Selain itu, modernisasi media cetak dan media penyiaran menjadi platform digital yang diminati masyarakat juga merupakan hal penting.
“Jadi tentang bagaimana menyiapkan media yang kompetitif, inovatif, dan produktif sebagai sebuah industri. Proses adaptasi ini tentu membutuhkan kecepatan transformasi. Butuh capital dan modal bagaimana jejaring IT bisa memberi kekuatan teknologi media di Jatim,” jelasnya.
Acara yang diinisiasi beritajatim.com dan suara.com itu digelar selama dua hari diikuti sekitar 100 lebih media lokal di Jatim. Sejumlah pembicara tampil dalam acara JMS ini.
Amir Suherlan dari Wavemaker Indonesia menyebutkan konsumen internet memiliki kecenderungan lebih banyak berasal dari generasi milenial. “Konsumsi internet akan lebih banyak generasi milenial. Tantangan dan peluang paling besar adalah konten dan distribusi,” kata Amir.
Untuk format digital, Amir membeberkan bahwa tantangan yang perlu dihadapi media adalah teknologi yang digunakan untuk membangun berbagai hal yang dibutuhkan.
Sementara itu, Direktur Microsoft Indonesia, Ajar Edi mengungkapkan ada 4 pilar dalam ekonomi digital, yaitu e-commerce, fintech, mobility, dan digital media.
“Teknologi berperan untuk masa depan keberlanjutan. Dengan ekonomi digital yang kuat, Indonesia butuh 9 juta kemampuan digital. Digital transformasi memberikan kesetaraan,” ungkap Ajar Edi.
Untuk mendukung bisnis, kata Ajar Edi, media perlu memanfaatkan Artificial Intelligence (AI). Edi menilai, perkembangan teknologi tersebut bisa membantu media untuk berkolaborasi menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan customer
Di sisi lain, Managing Partner Inventure Yuswohady memaparkan bahwa tantangan terbesar pasar saat ini adalah millenial distraction, di mana saat ini konten visual menjadi hal yang penting.
“Generasi Z itu tidak suka teks. Buku tidak jadi sumber pengetahuan. Tapi generasi Z itu konsumsi pengetahuan lewat YouTube. Terjadi millennial distruction, produk yang tidak sesuai dengan millennial akan hilang,” bebernya. (gus)