Badai Berlalu

oleh -531 Dilihat

SAYA juga suka membaca buku tentang tokoh bisnis: termasuk buku Vier Abdul Jamal ini. Sudah dicetak ulang tiga kali. Kulit muka bukunya: foto Vier sendiri. Ia mengenakan busana ningrat Jawa yang lagi memegang dua tokoh wayang: Semar dan Petruk.

Vier orang NTT. Atau Papua. Atau Pontianak –campuran dari semua itu. Bahwa ia tampil dalam pakaian Jawa itu untuk berterima kasih pada Jawa: usahanya berkembang pesat di pulau Jawa. Yang ia maksud dengan pulau Jawa adalah Jakarta.

Buku ini menyebut Vier sebagai legenda pasar modal Indonesia. Legenda. Ia kaya berkat dari perdagangan saham: ketika uang Rp 1 miliar pun belum pernah punya, tiba-tiba dapat uang ratusan miliar.

Saya bertemu Vier hari Minggu sore lalu. Di kantornya yang elegan. Yang dipaksa buka di hari libur. Di Kebayoran Baru Jakarta. Istrinya, Maya, ikut nimbrung. Sang istri lulusan akuntansi Universitas Airlangga. Mereka punya anak empat orang.

Vier ternyata seperti pengusaha sukses pada umumnya: pernah diempaskan gelombang besar. Sangat besar. Bagi saya gelombang yang menggulung Vier itu terlalu besar. Terlalu menakutkan: sampai jadi buron interpol.

Awalnya Vier akan ditangkap di Jakarta. Beberapa jam sebelumnya ia menerima telepon dari seorang temannya.

“Anda sedang membawa paspor?” tanya teman itu.

“Paspor selalu saya bawa,” jawab Vier.

“Sekarang juga Anda ke bandara. Terbang ke negara mana saja yang bisa,” ujar sang teman lagi.

Itu tahun 2010. Sore hari.

Vier tahu apa yang akan terjadi. Sudah tiga bulan ia berurusan dengan polisi. Semula ia tenang-tenang saja. Ia tidak merasa bersalah. Sedikit pun.

Tapi ia juga tahu: pelapornya adalah orang kuat. Dari lingkungan tujuh naga.

Itu yang membuat Vier memilih kabur ke luar negeri: Singapura. Setahun di sana. Lalu ke Malaysia. Lima tahun di Malaysia.

Betapa mencekam hidup enam tahun dalam incaran interpol. Untung ada Maya. Cantik. Mampu. Maya-lah yang lantas mengendalikan usaha sang suami. Selama enam tahun Maya mondar-mandir Jakarta, Surabaya, Padang, Singapura, dan Kuala Lumpur.

Akhirnya Vier bisa melewati gelombang besar itu: 2016. Yakni setahun setelah yang melaporkan dirinya itu meninggal dunia: Jhonny Kesuma. Ia meninggal di Tiongkok dalam proses transplantasi hati.

Vier lantas berdamai dengan keluarga Kesuma. Ia kenal baik dengan dua orang anak almarhum. Juga masih terus menjalin hubungan.

“Sebenarnya Pak Kesuma tidak ingin mengadukan saya. Pak Kesuma ditekan partnernya,” ujar Vier Minggu sore lalu.

Siapa partnernya itu?

“Yang satu, belakangan masuk penjara dalam perkara investasi bodong Wahana Artha. Satunya lagi harusnya masuk interpol. Ia lagi sembunyi di Los Angeles,” ujar Vier.

Sepulang ke Indonesia, Vier kembali aktif di pasar modal. The legend is back. Belakangan ini begitu banyak ia menangani IPO. Tahun kemarin saja ada 30 perusahaan yang IPO lewat kantornya. Itu berarti lebih separo dari yang IPO di pasar modal Jakarta.

Bagaimana Vier bisa melewati gelombang hidup yang begitu besar?

Mungkin karena Vier pernah menjadi nakhoda kapal. Ia sudah biasa berlayar mengarungi laut dan samudera. Ia memang lulusan akademi pelayaran Jakarta.

Saat kuliah, ia mengaku nakal. Tidak naik kelas. Tapi lulus terbaik di akhir pendidikannya.

Lalu Vier bekerja di perusahaan kapal Jepang. Beberapa tahun. Sampai menjadi chief engineer di kapal samudera. Sambil menabung. Gelombang laut adalah makanan hariannya di usia  mudanya.

Tokoh inspirasinya pun kapten kapal: Kapten Rivai. Anda sudah tahu siapa tokoh besar itu: nakhoda KM Tampomas II. Kapten Rivai memang hero di tahun 1981. Dalam peristiwa tenggelamnya KM Tampomas II itu sebenarnya Kapten Rivai bisa menyelamatkan diri. Dengan mudah. Kalau mau. Tapi Kapten Rivai pilih menyelamatkan para penumpangnya. Sampai detik terakhir. Sampai ia sendiri memilih tenggelam bersama KM Tampomas II yang terbakar hebat di tengah laut ganas Masalembu.

Vier masih SD saat Tampomas II itu tenggelam. Di Tarakan. Dulu masuk Kaltim, sekarang Kaltara. Kisah kepahlawanan Kapten Rivai membekas ke dalam hatinya: “Saya mau menjadi kapten kapal!”

Vier tidak takut biar pun yang meninggal di peristiwa itu sampai 431 orang. Salah satu yang terbesar dalam sejarah dunia kecelakaan laut. Tapi berkat kepahlawanan Kapten Rivai lebih 1.000 orang bisa diselamatkan.

Dari Tarakan ayahnya dipindah ke Sorong. Ia pegawai negeri. Sang ayah kelahiran pulau kecil Adonara. Anda sudah tahu di mana letak pulau Adonara: di antara Flores dan Lembata. Sedikit lebih dekat ke Dili daripada ke Kupang.

Nama sang ayah pun khas NTT: Namatuan Paulus Boga Riang Hepat. Dipanggil Paulus.

Ketika bertugas di Kalbar, Paulus kawin dengan wanita Pontianak: Rosmani. Rumahnyi dekat pelabuhan. Dia berdarah campuran Melayu-Bugis-Padang.

Maka di Pontianaklah Vier lahir. Dengan nama asli Veri Riang Hepat. Masuk SD pun masih di Pontianak: SD Bruder Dahlia, di Jalan Gajah Mada.

Pontianak, Tarakan, lalu ini: Sorong. Papua Barat. Vier tumbuh remaja di Sorong. Sampai tamat SMA di Papua. Soronglah, katanya, yang membentuk jiwa hidupnya. Logat bicaranya pun masih seperti orang Sorong. Sampai sekarang.

Saya pun bertanya: Anda ini merasa orang NTT, Pontianak, Tarakan, atau Sorong?

“Saya orang Sorong,” katanya.

Mimpi Kapten Rivai terus hidup di Sorong. Kebetulan ayahnya tidak  punya uang untuk membiayai Vier kuliah. Maka masuklah Vier ke akademi pelayaran. Yang biaya kuliahnya sangat murah: disubsidi kementerian perhubungan.

Setelah punya uang dari pekerjaannya di kapal, Vier ingin banting stir. Ia ingin kaya. Ia selalu berdoa di akhir tahajudnya: agar diberikan rezeki sederas aliran sungai dan seluas samudera. Doa itu dikabulkan. Ia kaya raya. Rupanya ia lupa berdoa yang satu ini: agar jangan sampai jadi buron interpol.

Tidak ada orang yang bisa kaya hanya menjadi pegawai. Kecuali sambil jadi maling. Maka ia ingin jadi pengusaha. Dan jalan untuk cepat kaya haruslah lewat bisnis di bidang keuangan.

Maka ia kuliah finance. Di Amerika Serikat. Lalu bekerja di perusahaan keuangan di sana. Setahun penuh pekerjaan pertamanya hanya mengkliping berbagai laporan keuangan perusahaan. Ia jenuh. Minta pindah bagian.

“Boleh, tapi tidak di Amerika,” ujar bosnya.

“Di mana?”

“Di cabang Hong Kong”.

“Mau!”

Lima tahun Vier di Hong Kong. Di perusahaan Amerika itu. Ia tergabung dalam tim IPO di Hong Kong. Ia menjadi banyak tahu soal go public. Ia tahu seluk beluk  saham dan permainannya. Ia mengasah intuisi di turun naiknya harga saham.

Tahun 2009, saham Bank BNI tinggal di kisaran Rp 300/lembar. Jatuh dari kisaran Rp 6.000. Krisis moneter melanda dunia perbankan saat itu, dimulai dari Amerika.

Saat itulah Vier menyelam ke dalam badai. Ia melihat tidak mungkin saham BNI turun lagi. Ia tahu utang BNI hanya USD 30-an juta. Terlalu mudah menyelesaikannya.

Vier pun meyakinkan lima perusahaan keuangan terbesar di pasar modal. Ia tampilkan hitungannya. Masuk akal. Deal. Salah satu dari lima besar itu percaya padanya. Dimasukilah BNI.

Dalam 10 hari harga saham Bank BNI naik menjadi Rp 1.200/lembar. Ia menghitung betapa besar gain yang didapat: Rp 1,6 triliun. Dibagi-bagi pun ia masih mendapat ratusan miliar rupiah.

“Saya telepon Maya. Saya minta Maya datang ke Hong Kong. Dada saya sesak. Saya begitu bingung menghitung berapa banyak uang yang saya dapat,” ujarnya Minggu sore lalu.

Vier jadi orang kaya.

Ia beli kapal-kapal besar. Dunia pelayaran ia masuki kembali. Kali ini sebagai bos. Ia juga beli kapal pesiar, empat buah. Salah satunya untuk menyalurkan satu-satunya hobinya: mancing di tengah laut.

Suatu saat Jhonny Kesuma pinjam uang padanya: Rp 50 miliar. Jaminannya: sejumlah saham di satu perusahaan publik milik Kesuma. Saham itu bisa ia jual kalau sampai waktunya belum ada pembayaran kembali.

Jatuh temponya pun jatuh. Vier menjual saham tersebut.

Kesuma melapor ke polisi: Vier menggelapkan saham.

Vier dipanggil polisi. Ia merasa tidak ada satu pun kesalahan yang ia perbuat. Kalau pun ada persoalan, itu sepenuhnya perdata, bukan pidana.

Vier pun mondar-mandir ke kantor polisi. Sampai akhirnya dapat bocoran ia akan ditangkap itu.

Di Singapura, Vier tinggal di daerah Marina. Ia pun tahu. Benar. Ia dinyatakan jadi DPO. Buron yang kabur ke luar negeri. Lantas masuk daftar yang harus ditangkap interpol.

Ia tidak mungkin pulang. Istri dan anak-anaknyalah yang tiap akhir pekan ke Singapura. Selama satu tahun seperti itu.

Dalam suasana yang begitu sulit, Vier mendapat nasihat yang tidak akan pernah ia lupakan: “di saat menghadapi krisis jangan sampai ada masalah dengan keluarga. Keluarga harus solid”.

Maka Vier memutuskan pindah ke Malaysia. Ia ingin kumpul bersama keluarga. Di Malaysia. Dengan Maya dan anak-anaknya.

Bisa saja ia sekeluarga berkumpul di Singapura, tapi Vier memikirkan pendidikan agama anak-anaknya. Ia merasa di Malaysialah anaknya bisa mendapat guru ngaji yang lebih baik.

Meski buron interpol, Vier tidak mendapat masalah di imigrasi Singapura dan Malaysia. Inilah buron interpol yang bebas mondar-mandir Singapura-Malaysia.

Vier punya pengacara di Singapura. Ia bisa meyakinkan Singapura dan Malaysia bahwa Vier tidak layak masuk daftar tangkap interpol. Ia tidak terlibat perkara yang membahayakan siapa pun, apalagi membahayakan negara. Juga bukan perkara korupsi. Bukan perdagangan manusia. Bukan pembunuhan. Bukan semua hal yang layak masuk interpol.

Maka pihak keamanan Singapura dan Malaysia tidak mau menangkapnya.

Pernah Vier akan ditangkap polisi Indonesia. Yakni ketika Vier berada di kapal berbendera Inggris di dermaga Singapura. Polisi Singapura mengancam: akan menangkap si penangkap kalau penangkapan itu dilakukan.

Dulu kita sering marah ke Singapura: mengapa Singapura  tidak kunjung mau menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Ternyata ada alasan yang masuk akal: apakah hukum di Indonesia sudah berlaku sebagaimana layaknya.

Vier pun tinggal di Malaysia. Di Kuala Lumpur. Anak-anaknya sekolah di sana. Ngaji di sana. Bahkan ia ketularan pakai nama gaya Malaysia: bin siapa. Mulailah ia pakai nama panggilan Vier bin Abdul Jamal. Vier Abdul Jamal.

Hanya nama di paspornya yang tetap: Veri Riang Hepat.

Ia selalu bisa memperpanjang paspor itu di imigrasi Indonesia di Malaysia. Ia pun punya jaringan bisnis yang luas di sana.

Pengacara Vier terus berjuang ke interpol. Sampai ke pusatnya. Di Lyon, Prancis. Tapi namanya masih terus muncul di daftar buron interpol. Ia hafal benar: tertera di halaman 14. Nomor 3 dari atas. Di situ tertera namanya jelas. Ada fotonya yang ganteng. Yakni foto dengan mata yang khas: agak juling.

Mata seperti itu yang ia anggap berkah: bisa melihat peluang lebih baik. Juga bisa melihat empat layar komputer sekaligus. Yakni komputer yang menampilkan daftar harga saham di bursa-bursa berbagai negara.

Waktu terus bergulir. Kesuma sakit parah. Transplantasi hati. Gagal. Meninggal.

Setelah berdamai dengan anak-anak Kesuma, urusan polisi Vier selesai. Ia di-SP3. Ia bisa pulang. Syaratnya: ia harus menandatangani satu dokumen. Yakni bahwa ia tidak akan menuntut apa pun ke pemerintah Indonesia.

Waktu sudah mepet. Sudah pukul 13.00. Pesawat yang akan membawanya pulang ke Jakarta pukul 15.00. Ia bingung. Antara mau tanda tangan atau tidak. Ia bisa punya peluang minta ganti rugi Rp 1,2 triliun.

Akhirnya ia putuskan tanda tangan. Ia mengatakan lebih cinta tanah air daripada uang itu.

Di tanah air ia masih punya ibu. Sudah tua. Ia terbayang kalau sampai ibunya meninggal jangan sampai ia tidak bisa mengangkat jenazah sang ibu ke liang lahat.

Kini Vier mendalami tarekat Naqsabandiyah Siddiqiyah. Ia tidak mau absen salat malam.

Ia tidak mau lagi meminjamkan uang. Dengan jaminan apa pun.

Vier 54 tahun. Dirayakan kemarin di Intercontinental Jakarta.

Ia kawin lagi, atas permintaan Maya. Lukisan foto mereka bertiga dipasang besar di ruang depan kantornya. (*)

 

Komentar Pilihan Dahlan Iskan*

Edisi 19 Juni 2023: Zaytun Menara

Mbah Mars

EMBOEN PAGI: Bagaikan menara, cita-cita kami tinggi menjulang. Kami ingin sampai di puncak-puncak mimpi kelak. __ Ahmad Fuadi dalam Negeri Lima Menara __

 

imau compo

Emboen, saya suka kamu mampirdi kedai kopi Banda Aceh Mendengar cendekiawan bertukar pikiran. Saya ikut sedih dengan rintihan emboen di Batam. Pasir laut, sahabatnya, terpaksa, migrasi ke luar negeri. Emboen, maaf, saya tidak suka kamu hadir di website Disway. Apa lagi hujan, yg sering turun di tempat itu, hari-hari terakhir ini.

 

Jo Neka

Selamat pagi pecinta Dusway.Yang kaya.Yang miskin.Yang pintar.Yang sekolah tinggi.Yang sekolah tinggi Sekali.Yang Goblik.Semua harus tetap semangat.Semua sama di mata pak Dahlan hahahaa.

 

Er Gham

Jika hanya efektif 26 persen, berarti harus pakai minimal 4 lapis, supaya efektif. Tebel amat ya jadinya. Hehehe.

 

Agus Suryono

PENJELASAN.. CHDI hari ini adalah merupakan bagian dari serial tulisan saya tentang Al Zaytun sebelumnya. Sempat “tertinggal” dari “rombongan” karena.. 1). Ada tulisan yang lebih prioritas.. 2). Ada bagian yang sensitif, jadi ya sekalian aja “ditunda muatnya”. Sambil menunggu situasi pasca “demo di Al Zaytun”. ###Atas nama Abah DIS..

 

Agus Suryono

EMBOEN SIANG TAK MUNCUL DI AL ZAYTUN.. Karena sudah muncul saat pagi.. ###Takut ama pak Pandji.

 

Udin Salemo

#kesaksian Ongkos sepur dari Stasiun Duren Kalibata sampai ke Stasiun Rawa Buntu dengan dua kali transit HANYA EMPAT RIBU RUPIAH saja. Jarak yang ditempuh lebih 45 km. Biaya perjalanan saya pagi ini pakai sepur lebih kurang 89 rupiah per km. Ini super murah “gila.” Terima kasih Pak Ignasius Jonan. Juga kepada orang yang mengangkat Beliau jadi Dirut KAI.

 

MULIYANTO KRISTA

Itu untuk kereta lokal mas US Coba pean cek untuk kereta jarak menengah-jauh, meskipun kelas ekonomi tarifnya “meehooong” sekali. …. Gimana mau pindah ke tranportasi publik kalau tarif kelas ekonomi saja harganya semakin mahal??

 

yulian murtadho

nggak usah heran si, abah memang selama ini lebih banyak menulis tentang kemajuan materialistis seseorang atau sekumpulan orang, nggak peduli muslim aswaja, nasrani, yahudi, budha, hindu, sampe muslim yang menyimpang pun disanjung soal kemajuan duniawi. tapi itu sedikit banyak menggambarkan “agama” abah. allahu a’lam

 

Echa Yeni

Zaytunn..??, Sebagai sesama muslim sudah seharusnya berbaik sangka(husnudzon) Tpi manusia tdk bs lepas dari piktor/dulex(dugaan elex) ato sUudzon. &teory konspirasi,meski only_ahHanya teori,sdikit/sdkit bgt bs ada benarnya. Dan Inilah suudzon&teorikonspi****nya. Biar tdk kelihatan/Cara mudah Utk bisa menghancurkan/menghambat kemajuan islam adalah dg mengadudomba/merusak islam dg org islam sendiri. Dan disinilah diperlukan operasi intelejen tingkat wahid yg tdk akan mudah orang lain menyadarinya kecuali sudah selesai/terbuka rahasianya. #ngoyoworo/kemeroh mode parah

 

MULIYANTO KRISTA

Emboen Bantul,kemana saja dikau beberapa hari ini tidak menyapa bumi??

 

Mirza Mirwan

Bung Mario, yang minta Simon Phillip Cowell diganti itu tidak tahu sejarah lahirnya America’s Got Talent yang “creator”-nya adalah Cowell dengan SYCO Entertainment miliknya. Cowell juga kreator dan juri Britain’s Got Talent. Di samping itu Cowell juga pemilik franchise The X Factor dan Pop Idol. Jadi semua ajang pencarian bakat di TV yang mengggunakan istilah Idol, X Factor, dan Got Talent itu hasil kreasinya Simon Phillip Cowell. Maka kesannya aneh saja kalau pencipta sebuah format ajang pencarian bakat diminta untuk diganti.

 

Sanderson The

Perkembangan Ponpes Al Zaytun Luar Biasa, 20 tahunan yg lalu pernah di undang Syekh Panji utk berkunjung ke sana dan di suguhi susu kambing yg lezat (pertama kali minum susu kambing). Mau rasanya kembali berkunjung melihat perkembangan yg sudah berubah menjadi satu “kota mandiri” sekarang. Nomor contactnya sudah hilang dan jika ada yg tahu pic nya utk bisa janjian ketemu kembali sangat saya harapkan dan hargain. Thanks

 

mzarifin umarzain

Panji Gumilang a.l.yg setujui omongan Deng Siou Ping: Tak peduli kucing hitam atau putih, yg penting bisa nangkap tikus. Gimana bila kucing nya berakal, lebih cerdik dp yg punya kucing? Gimana bila yg punya kucing, malah dijajah oleh kucing raksasa, berakal cerdik, licik? Gimana bila kucing raksasa yg kendalikan yg punya kucing? Salah yg punya kucing sendiri, kenapa lemah? Muslimuun kalau mau jadi yg empunya kucing, harus kuat taqwa nya? Yg empunya kucing harus perkuat diri, agar bisa kendalikan kucin

 

Chei Samen

Bahagia rasanya Istana Batutulis/

Pondok burukku menghadap sawah/

Suratan dan takdir udah tertulis/

Harini di atas esok lusa di bawah/

Salamantun buat Pak Thamrin.

 

thamrindahlan

Tepuk Pramuka pelepas lelah/

Gerak lincah penggalang pramuka/

Buruk muka kaca dibelah /

Kaca pecah hati terluka/

Salamsalaman

 

Juve Zhang

Selingan Ekonomi Dunia, zaman berubah cepat negara BRICS sekarang diminati Saudi Arabia,UAE. Mesir.Iran .Bangladesh. Uruguay sudah diresmikan akan gabung di 2023. Jadi anggota BRICS entah singkatannya jadi apa dan rencana besar nya membangun mata uang global baru mungkin BRICK$. Benar benar bebas sangsi ekonomi dolar. Karena setiap negara yg menggunakan US dolar akan kena sangsi jika belanja misal minyak ke Rusia atau beli pesawat Rusia. Intinya jangan pake USD kalau anda ingin bebas sangsi. New Development Bank adalah Bank global milik BRICS kantor pusat Shanghai. Dan Perancis pun minta di undang di pertemuan BRics berikutnya ada gejala keinginan gabung kah ? Wkwkwkwk. Zaman berubah USD mulai dijauhi pun di sini. Zaman purbakala berburu USD adalah kesenangan rakyat berduit di astina karena fluktuasinya bikin orang jadi Milyuner tanpa kerja keras. Wkwkwkwkw.

 

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

 

 

 

 

Visited 2 times, 1 visit(s) today

No More Posts Available.

No more pages to load.